LAILATUL QADR merupakan malam yang digambarkan dalam al-Quran
memiliki keistimewaan yang lebih utama dari malam seribu bulan. Lailatul
qadr secara bahasa mengandung arti dan maksud sebagai malam yang memiliki
kekuatan, daya dan kapasitas. Menjadi pertanyaan bagi setiap umat muslim
bagaimana cara mendapatkan malam yang penuh kemuliaan itu? Sebagaimana firman
Allah dalam surat Al-Qadr [97] : 1-5:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) pada malam Qadr”(ayat
1). Artinya ayat
ini menjelaskan bahwa Allah telah menurunkan kitab suci Al-Quran pada malam
yang penuh berkah. Sebagaimana penjelasanya dalam QS. Ad Dhukhan [44]: 3 “Sesungguhnya
Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya
Kamilah yang memberi peringatan”.
Pada ayat berikutnya “Dan taukah kamu apakah malam kemuliaan
itu?” (ayat 2). “Malam kemuliaan itu lebih baik dari malam seribu
bulan” (ayat 3). Dimana pada malam itu segala bentuk ibadah akan
memiliki keistimewaan tersendiri. Sebagaimana dalam hadits Shahih Bukhari yang
diriwayatkan oleh Abul Yaman,
مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barang siapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadr karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari, I/35). Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Imananan’ (karena iman) adalah memberikan janji Allah yaitu pahala yang diberikan (bagi orang yang menghidupkan malam tersebut) sedangkan ‘Ihtisaaban’ bermakna mengharap pahala (dari sisi Allah), bukan karena mengharap lainnya seperti halnya berbuat riya’. (Lihat Fathul Bari, 4/251)
Demikian
pula dengan dengan dzikir, bersedekah, membaca Al Quran, dan lain sebagainya,
maka pahalanya akan berlipat ganda bahkan lebih dari 1000 bulan. Lantas
bagaimana dengan perbuatan dosa, apakah juga sama akan dilipat gandakan
balasannya sebagaimana ibadah tadi? Dalam hal ini masih perlu berbagai
penjelasan dan sumber informasi yang jelas terkait dengan perbuatan yang
berdosa.
Pada
ayat selanjutnya dijelaskan tentang turunya para Malaikat “Pada malam itu
turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua
urusan” (ayat 4). Begitu banyaknya jumlah malaikat yang turun ke bumi bahkan
menurut Ibnu Katsir, karena banyaknya jumlah malaikat sampai-sampai berdesakan
ketika berkumpul di muka bumi. Bahkan angin dan pepohonanpun merubah suasana
menjadi tenang dan tentaram seketika itu. Adapun yang dimaksud dengan Ruh dalam
ayat ini adalah malaikat Jibril yang ikut turun ke bumi karena begitu
pentingnya malam kemuliaan ini.
Energi
yang sedemikian dahsyat jelas tidak bisa dibandingkan dengan energi dan
kekuatan apapun yang ada di muka bumi. “Sejahtralah (malam itu) sampai
terbit fajar” (ayat 5). Merupakan jaminan bagi setiap orang yang
mendapatkan lailatul qadr akan sejahtra hidup di dunia dan di
akheratnya. Berdasarkan waktunya Lailatul qadr hanya akan terjadi mulai
waktu malam (setelah isya’) sampai dengan waktu fajar. Sebagaimana kebiasaan
Rasulullah Saw, selalu menghidupkan 10 malam terakhir pada bulan suci ramadhan.
Syarat itulah yang harus dilakukan karena dengan seperti itu akan mendapatkan
malam kemuliaan yang dijanjikan langsung oleh Allah SWT.
Tidak
mudah melakukan itikaf pada 10 malam terakhir bulan suci ramadhan,
karena untuk bisa mendapatkan Lailatul qard sesungguhnya seseorang itu
harus dalam keadaan suci terlebih dahulu. Bersama dengan lamanya puasa tersebut
dengan kata lain, 20 hari pertama bulan ramadhan adalah proses untuk pensucian
diri untuk menyambut datangnya malam kemuliaan tersebut. Pada hari-hari akhir
itulah sesungguhnya Allah mengutus para malaikat untuk membawa hikmah Al-Quran
dari Lauhul Mahfuzh kepada jiwa orang yang disucikan.
Adapun
waktu untuk mendapatkan Lailatul qadr yaitu sebagaima hadits, “Dari Aisyah
r.a, Rasulullah Saw bersabda, ‘carilah Lailatul Qadr pada malam ganjil diantara
sepuluh (malam) terakhir dari (bulan) Ramadhan” (HR. Bukhari, no. 2017).
Pada malam ganjil yang dimaksud adalah malam ke dua puluh satu, dua puluh tiga,
dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan dua puluh sembilan. Ada banyak pendapat
yang menyebutkan terkait kapan pastinya malam kemuliaan itu terjadi. Al-Hafizh
menyatakan, “Yang paling kuat antara semua pendapat ini adalah pendapat yang
menyatakan bahwa Lailatul qadr adanya pada malam ganjil dari sepuluh
malam terakhir bulan ramadhan. Malam ini berpindah (dari tahun ke tahun), dan
besar kemungkinan malam ini ada pada malam ke dua puluh tujuh. (Lihat Riyadhus
Shalihin & Penjelasannya, 721).
Proses
penyempurnaan jiwa merupakan cara yang harus dilakukan dalam setiap diri
seorang mukmin. Disadari atau tidak kebiasaan kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan mayoritas masyarakat Indonesia khususnya, hanya sekedar melakukan
kegiatan spiritualitas yang cenderung sama setiap tahunnya. Tidak berbekas
dalam hati dan tidak dipahami maksud dan tujuan adanya bulan ramadhan. Lebih
lagi dalam membaca ayat Al-Qur’an hanya cenderung pada berapa kali khatamnya,
tidak memahami subtansi printah dan larangan apa yang terkandung di dalamnya. Jiwa
ini memang bisa naik dan bisa juga turun, apakah nantinya akan cenderung pada ruhiyah
atau hanya badaniyah. Ketika manusia cenderung pada badan saja, maka
jelas mereka akan lebih sibuk soal makanan, minuman, dan pakaian, mulai dari
pagi hingga petang.
Jika
itu yang menjadi kecenderungan dalam diri kita, maka kualitas jiwa ini akan
turun menjadi badaniyah. Padahal jiwa ini memiliki potensi yang lebih
berharga dibandingkan urusan-urusan duniawi. Manusia adalah mahluk spiritual
yang memang harus lebih mengutamakan perjalanan jiwa menuju tingkat yang ruhiyah
tanpa mencederai urusan badaniyah, karena dua hal ini haruslah seimbang
guna mendukung satu sama lainnya.
Kemuliaan Lailatul qadr semata-mata
disebabkan karena malam turunnya Al-Quran. Demikian pula turunya malaikat
Jibril dan para malaikat lainnya, semua karena membawa petunjuk dari Allah SWT.
Seringkali kita salah memahami, banyak anggapan kalau yang mulia itu adalah
malamnya. Bukan proses turunnya Al-Qur’an, sehingga banyak di antara kita
banyak menanti datangnya malam Al-Qadar tersebut. Padahal yang menjadi
berkah dan kemuliaan malam itu hanya turun kepada orang-orang yang membaca dan
memahami kandungan ayat Al-Qur’an serta memperoleh petunjuk dari-Nya.
Sebagaimana
firman-Nya dalam Al-Qur’an yaitu, “Ini adalah sebuah kitab yang kami
turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS. Shaad [38]: 29. Menjadi kewajiban
bagi setiap kita sebagai seorang muslim untuk selalu menyelami makna yang lebih
jauh lagi tentang apa dan bagaimana peristiwa turunya Lailatul qadr.
Maka, berhasil tidaknya seseorang dalam menjalankan ibadah di bulan ramadhan
bukanlah dikarenakan banyaknya ibadah yang dilakukannya. Akan tetapi yang
menjadi tolak ukur keberhasilan seseorang dalam bulan ramadhan ini adalah
seberapa besar mereka memahami makna yang terkandung di dalamnya. Hanya Allah
yang dapat menganugrahkan (pemahaman yang terkandung dalam Al-Qur’an) yaitu
kepada setiap mereka yang Dia kehendaki.